The Shattered Light -
Chapter 103: – Pintu Menuju Masa Lalu
Chapter 103: – Pintu Menuju Masa Lalu
Kaelen berjongkok di balik batu besar, matanya terpaku pada pasukan Ordo Cahaya yang kini mengelilingi reruntuhan di puncak Pegunungan Ilythar. Asap dari obor mereka membubung ke langit, menciptakan bayangan yang menari di antara pilar-pilar kuno yang menjulang di tengah lembah batu.
Serina merayap di sampingnya, suaranya berbisik pelan. "Kita terlambat. Mereka sudah mulai menggali sesuatu."
Alden mengintip dari balik semak. "Jumlah mereka terlalu banyak. Jika kita menyerang sekarang, kita hanya akan mengorbankan diri."
Kaelen mengepalkan tinjunya. "Kita tidak bisa mundur. Relik Cahaya ada di sini, dan kita tidak bisa membiarkan mereka menemukannya lebih dulu."
Serina menatapnya tajam. "Dan apa rencanamu? Kau ingin menerobos masuk ke tengah-tengah mereka begitu saja?"
Kaelen terdiam, pikirannya berpacu mencari solusi. Ia lalu menoleh ke Alden. "Kau bilang tadi ada lorong-lorong bawah tanah di reruntuhan ini?"
Alden mengangguk. "Ya, menurut legenda, reruntuhan ini dulu adalah kuil kuno yang memiliki jaringan lorong rahasia. Jika kita bisa menemukannya, mungkin kita bisa menyelinap ke dalam tanpa terdeteksi."
Kaelen menarik napas dalam. "Baik. Kita cari jalan masuknya. Kita tidak bisa membuang waktu."
Di tengah reruntuhan, Eryon berdiri di atas batu besar, mengawasi pasukannya yang tengah bekerja. Cahaya bulan menerangi wajahnya yang penuh tekad.
Seorang perwira mendekat. "Tuan, para penggali telah menemukan pintu masuk ke dalam reruntuhan. Kami percaya ini adalah tempat di mana Relik Cahaya tersembunyi."
Eryon mengangguk. "Pastikan tidak ada gangguan. Pasukan utama tetap berjaga di atas. Aku akan memimpin pencarian ke dalam."
Ia menatap sekeliling, merasakan hawa dingin yang aneh di tempat itu. Ada sesuatu yang bersembunyi di dalam reruntuhan ini, sesuatu yang lebih tua dari perang mereka. Tapi ia tidak peduli. Yang penting adalah menemukan relik itu sebelum Kaelen melakukannya.
Kaelen, Serina, dan Alden bergerak cepat di antara bayangan, mencari tanda-tanda lorong yang disebutkan Alden. Akhirnya, mereka menemukan celah di antara dua pilar runtuh yang mengarah ke tangga batu menuju bawah tanah.
Serina berbisik. "Ini dia. Kau yakin ini jalannya?"
Alden mengangguk. "Satu-satunya cara untuk tahu adalah dengan masuk."
Tanpa ragu, Kaelen melangkah lebih dulu. Udara di dalam terasa lembap dan dingin, suara langkah kaki mereka menggema di lorong sempit itu. Cahaya obor mereka hanya mampu menerangi beberapa meter ke depan, meninggalkan bayangan gelap yang seolah bergerak di dinding.
Setelah berjalan beberapa menit, mereka mendengar suara langkah kaki dari depan. Kaelen memberi isyarat untuk berhenti.
Dari balik tikungan, beberapa prajurit Ordo Cahaya muncul, membawa obor dan pedang terhunus. Salah satu dari mereka berbicara dengan suara rendah. "Kapten Eryon memerintahkan kita untuk berjaga di sini. Tidak boleh ada yang masuk ke dalam tanpa izinnya."
Serina menyentuh gagang pedangnya. "Kita harus menyingkirkan mereka."
Kaelen mengangguk. "Diam-diam. Jangan buat suara."
Mereka bergerak dengan cepat. Serina melumpuhkan satu prajurit dengan sabetan pedang ke tengkuknya, sementara Alden menusuk yang lain sebelum sempat berteriak. Kaelen sendiri menarik prajurit terakhir ke dalam kegelapan, membekap mulutnya sebelum menghabisinya dengan belatinya.
Setelah memastikan jalur aman, mereka kembali bergerak.
Di dalam kuil bawah tanah, Eryon dan pasukannya berdiri di hadapan sebuah pintu batu besar yang dipenuhi ukiran kuno. Simbol cahaya dan kegelapan bertaut dalam pola melingkar di permukaannya.
Salah satu penggali berlutut di depan pintu, tangannya gemetar. "Tuan... ukiran ini menyebutkan bahwa hanya mereka yang memiliki keseimbangan antara cahaya dan kegelapan yang bisa membukanya."
Eryon menyipitkan mata. "Keseimbangan? Apa maksudnya?"
Sebelum penggali itu bisa menjawab, suara langkah kaki bergema di belakang mereka. Eryon menoleh dan matanya membelalak saat melihat sosok yang baru saja tiba.
Kaelen berdiri di ujung lorong, pedangnya terhunus, cahaya obor membentuk siluet di sekelilingnya.
"Aku datang untuk menghentikanmu, Eryon. Apa pun yang ada di balik pintu itu, tidak boleh jatuh ke tanganmu."
Eryon tersenyum dingin, lalu mencabut pedangnya. "Kalau begitu, kau harus melewatiku dulu."
Sebelum salah satu dari mereka bisa bergerak, udara di dalam kuil berubah drastis. Hawa dingin menyebar begitu cepat, membuat semua orang merinding. Dari balik pintu batu, terdengar suara lirih—bukan suara mekanisme terbuka, melainkan bisikan yang hampir tidak terdengar, seolah sesuatu sedang terbangun.
Kaelen dan Eryon sama-sama membeku. Ruangan itu tiba-tiba dipenuhi energi yang tidak terlihat, tetapi bisa dirasakan menusuk hingga ke tulang.
Serina melangkah mundur, tangannya mencengkeram gagang pedangnya erat. "Kaelen... aku punya firasat buruk tentang ini."
Pintu batu mulai bergetar perlahan. Cahaya samar merembes dari sela-selanya, bukan cahaya biasa, tetapi sesuatu yang terasa lebih kuno, lebih berbahaya.
Kaelen menatap Eryon dengan serius. "Kau masih ingin membukanya setelah ini?"
Eryon tetap diam, tetapi ekspresinya menunjukkan bahwa ia pun mulai meragukan keputusannya.
Saat getaran semakin kuat, mereka semua menyadari satu hal: Relik Cahaya bukan hanya sekadar senjata. Itu adalah sesuatu yang mungkin tidak boleh ditemukan oleh siapa pun.
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report