The Shattered Light -
Chapter 102: – Bayangan di Balik Perang
Chapter 102: – Bayangan di Balik Perang
Malam telah larut ketika Kaelen, Serina, dan Alden tiba di perkemahan rahasia mereka di dalam hutan. Cahaya api unggun menerangi wajah-wajah letih para prajurit, tetapi kemenangan kecil mereka malam ini tidak cukup untuk menghapus ketegangan di udara. Kaelen masih memegang gulungan dokumen yang mereka ambil dari kamp musuh, matanya menyipit saat ia membaca setiap kata.
Serina duduk di seberangnya, lengannya bersedekap. "Jadi, apa isinya?"
Kaelen menarik napas dalam sebelum menjawab. "Ini bukan hanya rencana perang mereka. Ini... sesuatu yang lebih besar. Mereka tidak hanya berusaha mempertahankan wilayah yang tersisa. Mereka sedang mencari sesuatu."
Alden mengerutkan kening. "Mencari apa?"
Kaelen meletakkan dokumen itu di atas meja kayu kasar di tengah perkemahan, membukanya agar semua bisa melihat. Beberapa bagian sudah terbakar, tetapi kata-kata yang tersisa cukup untuk memberikan gambaran besar.
"Ada penyebutan tentang ’Relik Cahaya’. Sesuatu yang mereka yakini bisa membalikkan keadaan perang ini."
Serina mencondongkan tubuhnya ke depan. "Relik Cahaya? Aku belum pernah mendengar hal itu sebelumnya. Apakah ini semacam senjata?"
Kaelen menggeleng. "Tidak jelas. Tapi mereka menyebutnya sebagai ’kunci untuk membuka kembali kemurnian Ordo Cahaya’. Aku tidak tahu apakah itu berarti senjata, atau sesuatu yang lebih besar."
Alden membaca ulang gulungan itu, ekspresinya semakin serius. "Ada bagian yang menyebutkan ’kunci kemurnian’. Mungkin ini bukan sekadar senjata, tapi sesuatu yang bisa mengubah keseimbangan kekuatan."
Serina mengernyit. "Dan jika itu jatuh ke tangan mereka?"
Kaelen mengepalkan tinjunya. "Maka dunia ini mungkin tidak akan pernah pulih."
Keheningan melingkupi mereka. Api unggun berderak pelan, memberikan suasana suram di antara mereka.
Serina akhirnya memecah keheningan. "Jadi, apa langkah kita selanjutnya? Kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkan relik ini."
Kaelen menatap peta di samping dokumen. Ada satu lokasi yang ditandai dengan tinta merah—sebuah reruntuhan di utara, jauh di dalam Pegunungan Ilythar. "Mereka akan bergerak ke sini. Jika kita ingin menghentikan mereka, kita harus sampai lebih dulu."
Alden menyeringai tipis. "Menyusup ke dalam markas mereka adalah satu hal, tetapi mengalahkan mereka dalam perlombaan ini adalah hal lain. Kita tidak tahu seberapa besar kekuatan yang mereka miliki."
Kaelen berdiri, matanya penuh tekad. "Itulah kenapa kita harus bergerak sekarang. Kita tidak akan memberikan mereka kesempatan kedua."
Di sisi lain medan perang, di jantung kamp utama Ordo Cahaya, Eryon berdiri di depan meja strateginya. Wajahnya gelap, tatapannya penuh amarah. Seorang perwira memasuki tenda dengan tergesa-gesa, wajahnya tegang.
"Kapten, kami kehilangan kontak dengan pos selatan. Serangan mereka lebih terorganisir dari yang kita duga."
Eryon mengepalkan tinjunya. "Kaelen... Kau benar-benar tidak tahu kapan harus berhenti."
Perwira itu melanjutkan, "Tapi ada kabar lain, Tuan. Kami berhasil mengamankan satu dari dua gulungan dokumen tentang Relik Cahaya. Yang lainnya hilang dalam serangan mereka."
Eryon menajamkan tatapannya. "Berarti mereka tahu. Mereka tahu tentang Relik Cahaya."
Perwira itu mengangguk. "Kami yakin mereka akan menuju reruntuhan di utara. Apa perintah Anda?"
Eryon menatap peta di hadapannya, lalu menoleh ke luar tenda. Di luar, prajurit-prajurit Ordo Cahaya tengah bersiap, wajah mereka penuh tekad.
Ia menutup matanya sejenak, mengingat pertempuran-pertempuran sebelumnya. Ada bagian dari dirinya yang masih bisa melihat Kaelen sebagai sekutu—tapi pertempuran ini telah membuat mereka berdiri di sisi yang berlawanan.
"Kaelen... kau selalu selangkah lebih cepat. Tapi tidak kali ini."
Ia menoleh pada perwiranya. "Siapkan pasukan terbaik kita. Kita akan memburu mereka."
Kaelen dan kelompoknya bergerak sepanjang malam, menembus hutan yang semakin lebat menuju Pegunungan Ilythar. Udara semakin dingin, dan tanah semakin sulit dilalui. Serina berjalan di samping Kaelen, sesekali menatapnya dengan tatapan penuh pertanyaan.
"Apa yang sebenarnya ada di dalam pikiranmu?" tanyanya pelan.
Kaelen terdiam sejenak sebelum menjawab. "Aku hanya merasa... ini lebih dari sekadar perang. Aku merasa ada sesuatu yang lebih besar yang sedang dimainkan di sini."
Serina mengangguk, mengerti apa yang dirasakan Kaelen. "Dan jika kita sampai di sana lebih dulu, apa rencanamu?"
Kaelen menatap ke depan, ke puncak gunung yang mulai terlihat samar di kejauhan. "Kita cari tahu apa yang sebenarnya mereka inginkan. Dan jika itu berbahaya, kita pastikan mereka tidak pernah mendapatkannya."
Tiba-tiba, langkah kaki terdengar di antara pepohonan. Kaelen memberi isyarat kepada yang lain untuk merunduk. Dari balik semak-semak, mereka melihat sekelompok prajurit Ordo Cahaya lewat, obor mereka menerangi kegelapan.
Serina menahan napas. "Mereka sudah lebih dekat dari yang kita kira."
Kaelen menyipitkan mata. Mereka tidak bisa menghadapi mereka sekarang. Jika mereka bertarung di sini, mereka akan kehilangan keunggulan dalam perlombaan menuju reruntuhan.
Saat mereka mendekati puncak gunung, suara gemuruh terdengar dari atas. Kaelen mendongak, matanya melebar.
Di kejauhan, pasukan Ordo Cahaya telah tiba lebih dulu. Dan mereka tidak sendirian.
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report