The Shattered Light -
Chapter 101: – Perang Gerilya Dimulai
Chapter 101: – Perang Gerilya Dimulai
Angin malam berembus dingin di hutan lebat, membawa aroma tanah basah dan asap yang samar. Kaelen berdiri di atas bukit kecil, menatap nyala api dari kamp musuh di kejauhan. Ordo Cahaya mungkin telah melemah, tetapi mereka masih memiliki cukup kekuatan untuk menghancurkan setiap perlawanan yang tersisa. Dan kali ini, mereka bergerak lebih kejam dari sebelumnya.
Serina mendekat, wajahnya serius. "Pengintai kita melaporkan bahwa pasukan Ordo Cahaya sedang memperketat penjagaan di perbatasan selatan. Mereka tahu kita akan menyerang."
Kaelen mengepalkan tinjunya. "Itu berarti kita harus bergerak sebelum mereka siap. Kita tidak bisa membiarkan mereka menguasai kembali wilayah ini."
Di belakang mereka, para prajurit bayangan—sisa-sisa perlawanan yang tersisa—bersiap. Wajah mereka dipenuhi kelelahan, tetapi juga tekad yang membara.
Alden, seorang prajurit muda dengan bekas luka di pipinya, menatap peta kasar di tanah. "Dan jika mereka sudah mengantisipasi ini? Jika mereka menjebak kita?"
Kaelen menghela napas. "Maka kita harus siap beradaptasi. Kita tidak bisa membiarkan ketakutan menghentikan kita."
Serina menyeringai. "Strategi yang cerdas. Tapi itu berarti kita harus bergerak dalam kelompok kecil dan menghindari bentrokan langsung."
Kaelen mengangguk. "Kita bagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama akan menyerang gudang persediaan mereka di sisi timur. Kelompok kedua akan menyabotase jalur komunikasi mereka. Dan kelompok ketiga—aku akan memimpin sendiri—akan mengincar para perwira mereka."
Para prajurit saling bertukar pandang, sebagian ragu, tetapi sebagian lagi menyadari bahwa ini mungkin satu-satunya kesempatan mereka.
Alden mengepalkan tangan. "Kalau begitu, kita harus bergerak sekarang."
Di dalam kamp musuh, Kapten Eryon Solveil berjalan di antara prajurit-prajuritnya dengan tatapan tajam. Ia telah mendengar desas-desus tentang kelompok perlawanan yang semakin berani. Dan ia tahu siapa yang memimpin mereka.
"Kaelen Draven..." gumamnya, matanya menyala dengan kebencian yang terpendam. "Kau masih belum menyerah."
Seorang prajurit melangkah maju dengan hormat. "Kapten, kami telah meningkatkan patroli dan menggandakan penjagaan di setiap pos. Tidak mungkin mereka bisa menyusup tanpa terdeteksi."
Eryon menyipitkan mata. "Jangan meremehkan mereka. Mereka tidak akan menyerang seperti pasukan biasa. Mereka akan menggunakan taktik yang tidak terduga. Aku ingin semua unit siap siaga sepanjang malam. Tidak ada yang boleh lengah."
Prajurit itu mengangguk dan segera pergi untuk menyampaikan perintah.
Eryon menatap ke arah hutan di kejauhan. Ia bisa merasakan sesuatu yang tidak beres. Kaelen tidak akan diam begitu saja. Dan ketika mereka akhirnya bertemu lagi, ia bersumpah akan mengakhiri segalanya.
Malam itu, hutan menjadi saksi bisu perang yang dimulai dalam bayangan.
Serangan pertama dimulai dengan ledakan di gudang persediaan Ordo Cahaya. Api menjilat langit, menerangi malam dengan nyala merah membara. Pasukan musuh berhamburan dalam kekacauan saat kelompok pertama menyerbu dan menghancurkan sisa-sisa perbekalan mereka sebelum menghilang kembali ke dalam kegelapan.
Di sisi lain kamp, kelompok kedua menyelinap di antara bayangan, memutus jalur komunikasi dan menghancurkan sistem sinyal mereka. Dalam hitungan menit, kamp musuh terisolasi, tanpa cara untuk mengirim perintah atau meminta bantuan.
Kaelen dan kelompoknya bergerak dalam diam, melintasi kamp yang kini dilanda kebingungan. Ia tahu siapa yang harus ia cari—para perwira tinggi yang mengatur strategi dan pergerakan pasukan.
Saat ia mendekati tenda utama, suara langkah kaki membuatnya berhenti. Serina memberi isyarat dengan dua jari—ada tiga orang di dalam.
Kaelen menarik napas dalam, lalu mengangguk. "Kita selesaikan ini cepat."
Dengan satu gerakan, mereka menerobos masuk.
Pedang beradu dalam sekejap, darah tercecer di lantai tenda. Kaelen menebas satu perwira sebelum yang lain sempat bereaksi, sementara Serina melumpuhkan yang kedua dengan gerakan cepat dan presisi. Yang terakhir mencoba melarikan diri, tetapi Alden melempar belati yang menancap di punggungnya.
Ketika suara di luar semakin kacau, Kaelen tahu mereka harus pergi.
"Misi selesai. Kita keluar sekarang!" perintahnya.
Saat mereka mundur menuju hutan, sebuah suara menggema di tengah api dan kekacauan.
"Kaelen!"
Kaelen menoleh sekilas. Dari kejauhan, di tengah kobaran api dan prajurit yang berlarian, ia melihat sosok yang sudah lama ia tunggu. Eryon berdiri dengan pedang terhunus, matanya penuh amarah.
Tetapi sebelum Kaelen bisa bereaksi, ledakan lain terjadi, memisahkan mereka. Saat asap mereda, ia sudah menghilang ke dalam kegelapan bersama Serina dan pasukannya.
Dari kejauhan, Kaelen menatap api yang membakar kamp musuh, lalu menoleh ke Serina. "Ini baru permulaan."
Serina tersenyum samar. "Dan kita tidak akan berhenti sampai mereka benar-benar tumbang."
Namun, sebelum mereka benar-benar menghilang ke dalam hutan, Serina menarik sesuatu dari sabuknya—sebuah gulungan dokumen yang mereka temukan di tenda perwira musuh. Ia menyerahkannya pada Kaelen.
"Kita menemukan ini di tenda perwira," katanya serius.
Kaelen membuka gulungan itu, dan matanya menyipit saat membaca isinya. Tulisan di dalamnya membuat dadanya berdebar lebih cepat.
"Ini... ini bukan hanya tentang perang ini. Ada sesuatu yang lebih besar terjadi."
Di dalam kegelapan, perang gerilya mereka baru saja dimulai, tetapi kini, mereka tahu bahwa ada sesuatu yang jauh lebih berbahaya yang sedang mengintai dari bayang-bayang.
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report