The Shattered Light -
Chapter 121: – Darah yang Tersembunyi
Chapter 121: – Darah yang Tersembunyi
Langit sudah cerah. Tapi dalam hati Kaelen, bayangan masih menetap.
Tiga hari sejak celah ditutup, sejak Lucien menghilang ke dalam kehampaan. Dunia tampak normal, bahkan damai. Tapi semua yang tahu... tahu itu hanya sementara.
Di sebuah lembah kecil dekat Sungai Rithen, Kaelen, Serina, dan Alden membangun kembali pos kecil bersama para penyintas. Beberapa prajurit Kegelapan, mantan pemberontak Cahaya, dan mereka yang tidak memilih sisi mana pun.
Kaelen duduk di atas batu besar, memandangi sungai.
Ia tak sadar Serina berdiri di belakangnya.
“Kau belum tidur lagi,” katanya pelan.
“Kalau aku tidur... aku mendengar suara Lucien.”
Serina duduk di sebelahnya, diam sebentar sebelum bicara lagi.
“Kau yakin itu suara dia, bukan ingatanmu sendiri?”
“Aku tahu bedanya.”
Tiba-tiba langkah cepat terdengar dari hutan.
Seorang utusan muncul, napasnya terputus-putus.
“Kaelen... kami menemukan dia. Lyra.”
Kaelen langsung berdiri. “Di mana?”
“Benteng tua di Nareth. Tapi dia tidak sendirian. Kami melihat simbol Ordo Lama. Dan... satu dari mereka membawa tanda Grandmaster Elvior.”
Serina menatap Kaelen. Wajahnya mengeras.
“Dia tidak tahu?”
“Belum.”
Nareth bukan tempat ramah. Dulu markas kecil Ordo, kini reruntuhan tak terurus yang diselimuti tumbuhan liar. Tapi malam ini, api unggun menyala di antara reruntuhan itu.
Kaelen mendekat dengan hati-hati.
Di tengahnya, berdiri Lyra.
Lebih kurus dari terakhir kali ia lihat, tapi mata peraknya tetap sama. Di sampingnya—seorang pria tua berpakaian putih, berjubah dengan simbol mata tertutup di dada. Elvior.
“Kaelen...” suara Lyra goyah.
Kaelen tak menjawab.
Elvior melangkah maju. “Kau telah jauh. Tapi kau tetap datang. Seperti yang kuduga dari darahnya.”
Kaelen menoleh ke Lyra.
“Apa maksudnya?”
Lyra menggigit bibirnya.
“Dia... ayahku.”
Keheningan.
Bahkan angin pun seperti berhenti mendengar.
Serina menegang. Alden langsung menggenggam gagang pisau.
Kaelen menatap Lyra. “Kau tahu selama ini?”
“Tidak. Aku tumbuh tanpa tahu siapa ayahku. Tapi saat aku pergi dari Ordo... aku mendengar bisikan. Dokumen tersembunyi. Dan akhirnya... aku menemukan dia.”
Elvior berbicara dengan suara yang dalam.
“Lyra adalah darahku. Dan darah itu... membuka sesuatu dalam dirinya. Kunci dari Cahaya pertama. Yang bahkan aku tak bisa akses.”
Kaelen mendekat.
“Kau ingin menggunakannya.”
“Aku ingin menyelamatkan dunia,” jawab Elvior tenang. “Dunia yang kau biarkan ternoda oleh Bayangan. Aku bisa menutup semuanya—dengan Cahaya murni.”
“Dengan mengorbankan Lyra?”
Lyra berbisik, “Dia bilang aku takkan mati. Hanya berubah.”
“Itu yang Lucien katakan tentang kehampaan,” potong Kaelen.
Kaelen menggenggam tangan Lyra.
“Kau punya pilihan. Aku tahu berat, tapi kau bukan alat. Kau bukan kunci. Kau... adalah orang yang aku cintai.”
Mata Lyra berkaca-kaca.
Elvior menyela.
“Dan cinta itu membuatnya lemah. Jika ia benar-benar ingin menolong dunia, ia harus melepaskan segalanya.”
Lyra mundur. Wajahnya bingung.
Serina melangkah ke depan, menatap Elvior.
“Jika kau paksa dia... aku akan bunuhmu, bahkan jika kau Grandmaster.”
“Kau pikir aku tak siap mati?” Elvior tersenyum lelah. “Aku sudah tua. Tapi Cahaya dalam darah Lyra... akan terus hidup.”
Tiba-tiba tubuh Lyra menggigil hebat. Cahaya menyembur dari pori-porinya, membentuk pola di udara.
Matanya terbuka lebar.
“Kaelen... aku tak bisa mengendalikannya...”
Kaelen mencoba mendekat, tapi diserang ledakan energi.
Elvior mengangkat kedua tangan.
“Darahnya telah terbangun! Cahaya yang lebih tua dari kita semua. Sekarang... dia akan menjadi Cahaya itu sendiri.”
Kaelen jatuh ke tanah. Dalam kepalanya, suara lain mulai muncul—lembut, menjerat.
“Tinggalkan dia, Kaelen. Cahaya akan menyelamatkan. Tanpa luka. Tanpa kehilangan.”
Kaelen menggenggam dadanya. Rasa itu seperti kehampaan, tapi dibalut terang.
“Tidak... Lyra... bertahanlah...”
Cahaya di tubuh Lyra perlahan berubah. Dari putih murni... menjadi keperakan gelap.
Elvior terdiam.
“Ini... bukan seperti yang kuperkirakan...”
Kaelen berdiri.
“Karena dia bukan hanya darahmu. Dia juga milikku. Dan cinta tidak bisa dibentuk dari doktrin.”
Lyra jatuh ke tanah, pingsan.
Tapi cahaya di tubuhnya tetap menyala... liar. Tak stabil.
Dan Kaelen tahu: ini bukan akhir. Ini awal dari kehancuran yang baru.
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report