The Shattered Light -
Chapter 106: – Relik yang Terbangun
Chapter 106: – Relik yang Terbangun
Debu reruntuhan masih melayang di udara saat Kaelen berdiri diam, matanya terpaku pada tubuh Eryon yang tergeletak di atas altar yang hancur. Napasnya tersengal, tangannya masih mencengkeram pedang erat. Serina dan Alden berdiri di belakangnya, sama-sama terdiam.
Namun, keheningan itu tidak berlangsung lama.
Dari dalam reruntuhan, Relik Cahaya yang hampir hancur mulai berdenyut kembali. Cahaya keemasan dan bayangan hitam berputar liar di sekelilingnya, seolah ada sesuatu yang sedang berusaha terbentuk.
Alden menelan ludah. "Kaelen... aku rasa ini belum selesai."
Kaelen mengencangkan genggaman pedangnya, tubuhnya menegang. "Bersiaplah. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi kita tidak bisa lengah."
Serina mendekat, menarik napas dalam-dalam. "Kita harus menghancurkannya sebelum sesuatu yang lebih buruk terjadi."
Sebelum mereka bisa bergerak, suara gemuruh terdengar dari bawah kaki mereka. Lantai kuil yang sudah retak mulai runtuh, membuka celah yang mengarah ke kegelapan yang tak berdasar. Relik Cahaya melayang perlahan ke atas, berputar dengan kecepatan yang semakin meningkat.
Tiba-tiba, sebuah sosok muncul dari dalam pusaran energi. Sosok tinggi dengan tubuh setengah transparan, matanya bersinar keemasan dengan urat-urat bayangan mengalir di sekeliling wajahnya. Ia tidak memiliki bentuk yang jelas, tetapi aura kekuatan yang memancar darinya terasa begitu kuat hingga membuat Kaelen merinding.
Kaelen merasakan tubuhnya gemetar, bukan karena ketakutan, tetapi karena tekanan luar biasa yang datang dari makhluk itu. Udara seolah berhenti bergerak, dan suara detak jantungnya menggema di dalam kepalanya.
"Kau... manusia yang telah berani menyentuhku..." suara sosok itu beresonansi di seluruh ruangan, seperti gema yang berasal dari berbagai dimensi sekaligus. "Kau telah membangunkanku dari tidurku yang panjang."
Kaelen menyipitkan mata. "Siapa kau?"
Sosok itu melayang turun, wajahnya nyaris tak dapat dibedakan antara cahaya dan bayangan. "Aku adalah penjaga keseimbangan. Aku adalah awal dan akhir. Aku adalah kekuatan yang kalian coba kuasai, tetapi tidak pernah bisa mengerti."
Serina merapat ke Kaelen, suaranya pelan. "Ini bukan sekadar relik. Ini sesuatu yang lebih tua dari Ordo Cahaya."
Sosok itu tertawa, suaranya bergema di dalam pikiran mereka. "Ordo Cahaya... sekte bodoh yang percaya bahwa mereka bisa mengendalikan keseimbangan. Mereka tidak pernah mengerti. Cahaya tanpa kegelapan bukanlah kemurnian—itu kehancuran. Dan kini, karena kalian telah membangunkanku, aku akan menuntut harga."
Alden mundur selangkah, ekspresi ketakutan terlihat jelas di wajahnya. "Kita harus pergi dari sini. Kita tidak bisa melawannya!"
Kaelen menggeleng, menatap sosok itu dengan tekad. "Jika kau benar-benar penjaga keseimbangan, kenapa kau memilih untuk menghancurkan?"
Sosok itu menatapnya dengan mata yang menyala. "Aku tidak menghancurkan. Aku mengatur ulang. Dunia ini telah menyimpang terlalu jauh dari keseimbangan. Ordo Cahaya dan kegelapan yang kau bela sama-sama telah merusak keseimbangan itu. Kini, aku akan memulai kembali segalanya."
Kaelen menegang. "Tidak jika aku bisa menghentikanmu."
Tawa dingin menggema. "Kau pikir kau bisa melawanku?"
Dalam sekejap, sosok itu melesat ke depan. Kaelen mengangkat pedangnya untuk menangkis, tetapi serangan itu bukan fisik—ia merasakan pikirannya tersedot ke dalam pusaran kekosongan, seolah kesadarannya ditarik keluar dari tubuhnya.
Kaelen melihat dirinya berdiri di atas tanah yang tak berujung. Cahaya dan bayangan berputar di sekelilingnya, berubah bentuk menjadi wajah-wajah yang dikenalnya—Serina, Alden, bahkan dirinya sendiri—semuanya berbisik, memanggil namanya, sebelum menghilang ke dalam kegelapan.
Serina melihat Kaelen terhuyung dan segera bergerak, mengayunkan pedangnya ke arah sosok itu. Namun, pedangnya hanya menembus udara kosong. Bayangan di sekeliling sosok itu bergerak liar, mengelilingi Serina dan Alden.
"Kalian hanya percikan kecil dalam arus waktu yang lebih besar," suara sosok itu bergema lagi. "Tidak ada manusia yang bisa melawanku."
Namun, sesuatu yang tak terduga terjadi.
Dari tubuh Eryon yang tak bernyawa, sebuah cahaya kecil muncul. Cahaya itu perlahan membesar, membentuk siluet samar dirinya. Wajahnya masih dipenuhi sisa kepedihan, tetapi ada kesadaran dalam matanya.
Eryon menatap tangannya yang transparan, ekspresinya penuh penyesalan. "Aku telah gagal... tapi aku tidak akan membiarkan dunia jatuh ke tangan kekuatan ini." Matanya bertemu dengan Kaelen. "Aku tahu kau membenciku, tapi untuk sekali ini... kita harus bertarung bersama."
Sosok misterius itu menoleh ke arah Eryon, matanya menyipit. "Kau masih berani menentangku? Setelah apa yang telah kau lihat?"
Eryon mengangkat tangannya yang hampir transparan, dan untuk sesaat, energi Relik Cahaya tampak bergetar.
Kaelen tersadar kembali dan segera memahami apa yang terjadi. "Eryon... kau bisa menghentikannya?"
Eryon menatap Kaelen sejenak, lalu mengangguk. "Tidak sendiri. Tapi bersama... mungkin kita bisa."
Lantai di bawah mereka mulai pecah lebih cepat, dan dari dalam celah kegelapan, sesuatu mulai muncul—bukan lagi sekadar bayangan, tetapi sesuatu yang jauh lebih tua dan mengerikan. Alden menatapnya dengan mata melebar. "Kaelen... aku rasa kita baru saja melepaskan sesuatu yang lebih buruk."
Kaelen, Serina, dan Alden bergerak cepat. Mereka tahu ini adalah kesempatan terakhir mereka untuk menghentikan kekuatan yang terbangun ini. Dengan sisa kekuatan mereka, mereka menyerang bersamaan.
Cahaya dan bayangan bertabrakan dalam pertempuran terakhir yang akan menentukan nasib dunia.
If you find any errors (non-standard content, ads redirect, broken links, etc..), Please let us know so we can fix it as soon as possible.
Report